Rabu, 15 Januari 2014

Tugas Softskill : Ilmu Sosial Dasar#




D’Champ Sosial School Yayasan Pendidikan Untuk Anak Jalanan

Pendidikan merupakan salah satu hak yang paling asasi yang harus dimiliki oleh setiap orang. Pendidikan yang baik akan menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi dalam menjawab era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan kompetisi. Pendidikan merupakan salah satu hak yang menjadi pilar yang harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang seluas-luasnya. Pemenuhan hak atas pendidikan juga menjadi salah satu indikator apakah suatu negara dikategorikan negara maju, negara berkembang atau bahkan negara miskin. Sekaya apapun sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara tanpa didukung dari sumber daya manusianya yang berpendidikan tinggi, maka negara tersebut tidak akan bisa mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam tersebut dengan sebaik-baiknya. Dilain sisi walaupun suatu negara tidak memiliki sumber daya alam yang kaya, akan tetapi jika rakyatnya berpendidikan tinggi maka negara tersebut akan maju dan bangkit. Sebagai sebuah hak yang hakiki, pengaturan mengenai hak atas pendidikan diatur dalam Alinea Keempat Pembukaan dan pasal 31 UUD 1945. Dalam Pembukaan Alinea Keempat UUD 1945 ditegaskan bahwa tujuan negara Indonesia adalah
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Berdasarkan hal tersebut, ditegaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukkan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara baru akan tercapai melalui pemberian suatu pendidikan yang terintegrasi dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap warga negara.

Pengaturan hak atas pendidikan diatur dalam pasal 31 UUD 1945. Dalam ayat (1) ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas pendidikan. Pasal ini bermakna bahwa negara berkewajiban memenuhi hak atas pendidikan bagi setiap warga negaranya tanpa terkecuali tanpa membedakan suku, ras, agama, atau bahkan keadaan sosial dan ekonominya. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa anak jalanan juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berhak untuk mengembangkan diri sebebas-bebasnya. Dalam praktiknya, ternyata pemenuhan hak atas pendidikan menjadi sangat sulit bahkan cenderung tidak terlaksana dengan baik. Berbagai jenis pendidikan yang ada cenderung adalah pendidikan formal, yang menggunakan seragam dengan jam belajar serta kurikulum yang telah ditetapkan dan dipukul rata dalam skala nasional. Selain itu, pendidikan formal sangat mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat perekonomian menengah ke bawah. Sistem pendidikan ini sangat sulit diterima oleh anak jalanan yang harus bekerja guna membantu perekonomian keluarga. Dalam hal ini negara melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa guna memenuhi hak-hak warga negara akan suatu pendidikan khususnya Anak Jalanan, dapat dilaksanakan melalui sistem pendidikan Non-Formal.

Pendidikan Non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satu bentuk pendidikan formal yang dapat diusahakan oleh masyarakat adalah melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM merupakan kebijakan pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang tepat bagi Anak Jalanan. mulai berkembang pesat sejak tahun 2000 yang kini sudah mulai tersebar diberbagai provinsi di Indonesia guna menjalankan program pemerintah wajib sekolah sembilan tahun. Tapi sayangnya PKBM yang ada di berbagai Provinsi kabupaten dan Kota  di Indonesia, tetap saja harus mengeluarkan uang untuk menebus secarik Ijazah, sedangkan ANJAL ( Anak Jalanan ) terputus Sekolah ( Droof aut )  atau yang tidak melanjutkan sekolah  dikarenakan faktor  ekonomi. Bagaimana Nasib Putra – Putri bangsa Indonesia generasi penerus bangsa.

Awal mulanya yayasan D’Champ Social Shool didirikan oleh 5 orang pengurus saja, yayasan tersebut tadinya berada di dalam sebuah masjid karena oleh warga sekitar masjid digunakan sebagai sarana ibadah dan daya tamping anak-anak semakin banyak makayayasan tersebut pindah kesebuah sepetak kontrakan. Di depan yayasan tersebut dibangun sebuah saung kecil yang digunakan untung menampung mereka belajar dikarenakan di dalam tersebut hanya cukup menampung sedikit anak-anak. Fasilitas yang terdapat di dalam yayasan tersebut sangatlah minim sekali hanya sebuah papan tulis, rak buku, rak sepatu, dan alas sebagai tempat mereka untuk belajar. Kelengkapan buku yang mereka miliki juga sangatlah minim sekali boleh dikatakan tidak lengkap buku yang mereka punya itupun buku yang mereka punya merupakan sumbangan dari para donatur.

Kegiatan belajar mengajar biasanya dilakukan pada hari minggu dimulai dari jam 10:00 pagi sampai jam 12:00 siang. Jumlah anak-anak yayasan D’Champ Social School berkiasar antara 50 sampai 60 setiap harinya. Mereka berasal dari anak-anak sekitar yayasan yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Anak-anak yang berada di yayasan tersebut mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), materi yang diajarkan mengikuti kurikulum yang disesuaikan pada sekolah-sekolah umumnya. System belajar mereka biasanya dibagi dalam beberapa kelompok yang tingkat TK sampai SD biasanya berada di dalam ruangan dan yang SMP biasanya di luar atau berada di saung kecil yang di bangun didepan yayasan. Yayasan tersebut juga sangat di dukung dan di tanggapi sebagai sebuah wadah yang positif dari warga sekitar bahkan warga sekitar menginginkan kalu kegiatan berlangsung seminggu 3 kali atau kalo bisa setiap hari. Dan yayasan ini tidak dipungut biaya apapun dari anak-anak alias gratis. Masalah yang dihadapi yayasan D’Champ Social School yaitu kuragnya tenaga pengajar untuk anak-anak jalanan di yayasan itu, tempat dan fasilitas yang kurang layak, kelengkapan dan peralatan belajar yang sangat kurang mengingat banyaknya anak-anak yang bertambah setiap harinya untuk belajar ditempat tersebut. Satu hal yang sangat penting yaitu penanaman pendidikan moral dan pendidikan psikis yang harus di berikan kepada anak-anak di yayasan D’Champ School.

Pada tanggal 16 dan 17 November 2013, saya dan teman-teman mengunjungi salah satu yayasan sosial di daerah JL.Kemang Utara IX RT 011/RW 04 Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Yayasan yang bernama D’Champ Social School tersebut merupakan tempat untuk menampung para anak-anak jalanan dan memberikan pendidikan atau tempat belajar bagi para anak-anak jalanan. D’Champ Social School berdiri sejak 2 tahun yang lalu dengan jumlah pengurus sebanyak 5 orang mahasiswa. Akses menuju yayasan tersebut tidaklah mudah. Berada di belakang pasar Kemang, akses menuju tempat tersebut melewati jalan sempit dan lingkungan kumuh  para pemulung yang ada di daerah tersebut. Tempat belajar yang mereka tempati adalah sepetak kontrakan yang disewa oleh pengurus yayasan. Kegiatan belajar tidak akan berjalan efektif sebagaimana mestinya manakala Jakarta sedang diguyur hujan deras. Jika sudah begitu,dapat dipastikan tempat ini akan tergenang oleh banjir.

Kesan-kesan yang saya dapatkan setelah berkunjung dan melihat langsung anak-anak di yayasan tersebut adalah sedih sekaligus bangga karena masih ada anak-anak yang masih mau belajar dibandingkan maen game online yang tidak mendidik. Dan saya bersyukur masih bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi, ketika berkunjung ke yayasan tersebut lebih banyak dan mengenal berbagai karakter sifat anak-anak yang terlihat senang walaupun keadaan belajar mereka tidak nyaman. Berkunjung ke yayasan D’Champ Social School memberikan pengalaman tersendiri untuk saya. Terutama ketika saya jadi tutor dikelompok melati anak-anak yang saya bimbing sangat antusias, tidak disangka ternyata anak-anak yang saya bimbing menjadi kandidat pemenang sebagai yang terbaik. Dan saya juga senang bisa berbagi ilmu walaupun sedikit yang saya berikan ke anak-anak yayasan D’Champ Social School.



Selasa, 27 Agustus 2013

Macam-macam kesenian betawi



Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an.

Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.

Berbagai kesenian tradisional Betawi dapat berkembang dan digemari oleh masyarakat luas, bukan hanya masyarakat Betawi.

Kesenian Betawi tersebut antara lain :

1. Lenong
2. Topeng Blantik.
3. Tari Topeng,
4. Ondel-ondel,
5. Tari Ronggeng Topeng
6. dan lain-lain

Seni suara dan seni musiknya adalah :

1. Sambrah,
2. Rebana,
3. Gambang kromong,
4. Tanjidor dan sejenisnya

bahkan wayangpun ada, wayang kulit Betawi mengunakan bahasa dialek Melayu Betawi.

Wayang Betawi

wayang betawi
Wayang adalah salah satu khazanah budaya tanah air yang banyak ditemui di berbagai daerah, terutama di Jawa. Wayang yang amat dekat dengan masyarakatnya, kerap dimanfaatkan sebagai media penyebar berbagai informasi. Wayang, tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakatnya, ia mampu merubah bentuk dan tetap mendapat tempat, sekecil apapun itu

Jakarta, sebagai pusat negara, juga memiliki seni tradisional wayang. Orang banyak menyebutnya dengan wayang kulit Betawi. Jenis kesenian di Betawi ini, konon lahir ketika Sultan Agung dari Kerajaan Mataram menginjakkan kakinya di tataran Sunda Kelapa. Selain membawa pasukan, turut pula rombongan kesenian wayang kulit.


Ternyata tampilan wayang dari Mataram ini begitu memukau penduduk setempat, khususnya yang berdiam di kawasan Tambun, Bekasi. Kemudian muncullah satu bentuk baru dari wayang kulit Jawa, yaitu wayang yang berbahasa Melayu Betawi, Wayang Kulit Betawi.


Seperti halnya seni wayang lain, wayang kulit Betawi memilik tokoh sentral, seorang dalang.
Sebagaimana lazimnya, wayang kulit Betawi ini juga menggunakan kelir, yang disini disebut “kere”. Alat musik pengiringnya terdiri dari kendang, terompet, rebab, saron, keromong, kecrek, kempul dan gong. Yang tampak lain dalam wayang kulit Betawi adalah, masuknya unsur Sunda yang kental. Meski dialog dengan bahasa Betawi, namun musik pengiring hingga lantunan lagunya berasal dari tanah Pajajaran.

Sepintas, tak ada perbedaan yang berarti dengan wayang kulit lainnya. Hanya barangkali bentuk gapit atau pegangan wayang, pada wayang kulit Betawi tak dijumpai bahan tanduk, namun menggunakan rotan. Wayang kulit Betawi juga didominasi warna merah cerah.

Lakon yang sering dimainkan adalah carangan, cerita yang disusun sendiri oleh dalang dengan tokoh-tokoh dari cerita Mahabharata. Cerita lain khas Betawi adalah Bambang Sinar Matahari, Cepot Jadi Raja dan Barong Buta Sapujagat. Umumnya, cerita yang dimainkan sangat kontekstual dengan keadaan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, wayang kulit Betawi penampilannya lebih bebas, lebih demokratis. Logatnyapun akrab dengan masyarakat Betawi, dan dialog yang ditampilkan menggunakan bahas Indonesia pergaulan, mudah dipahami segala lapisan masyarakat dari berbagai suku.

Hanya saja, orang Betawi diyakini hanya menggemari cerita yang seru dan lucu, sehingga kedua lakon inilah yang kerap dikedepankan para dalangnya. Ada perang dan kaya banyolan.

Walau tampilannya begitu komunikatif, wayang kulit Betawi tak sepopuler wayang kulit Jawa. Selama ini, wayang kulit Betawi hanya dimainkan di daerah pinggiran, lokasi asal tumbuhnya wayang kulit Betawi. Sepanjang perjalanan riwayatnya, wayang kulit Betawi tampil dengan penuh kesederhanaan, sehingga boleh dibilang menepikan aspek estetika, moral dan falsafah.

Di balik kesederhanaan tampilannya, wayang kulit Betawi justru sebenarnya memiliki peluang untuk tumbuh. Ia memiliki kekuatan dalam penggunaan bahasa. Selama ini, bahasa kerap menjadi halangan untuk mengenal seni wayang. Pada wayang kulit Betawi, tidak. Ia justru kekuatan. Tinggal sang dalanglah yang mengemasnya menjadi sebuah tontonan memikat.


 sumber: http://senibudayabetawi.blogspot.com/2011/02/macam-macam-kesenian-betawi.html

Sejarah Dan Kebudayaan DKI Jakarta














Berdiri : 10 Februari 1965
Dasar Hukum : UU no.1/1961
Ibukota : Jakarta
Penduduk : Sensus 2000 : 8.384.853 Jiwa
Warga Asing : 50.000 Jiwa
Suku & Marga : Betawi, China, Arab, Tugu, Depok dll.


ARTI LAMBANG   :
Berbentuk persegi lima. dalam perisai terlukis pintu gerbang, ditengah-tengahnya berdiri Monumen Nasional yang dilingkari padi dan kapas. Dibawah nampak ombak laut, sekaligus melambangkan letak geografisnya sebagai kota pelabuhan. Monumen Nasional merupakan ciri utama ibukota Jakarta, padi dan kapas adalah pelambang usaha menyeluruh untuk mencukupi sandang dan pangan. Diatas pintu gerbang tertulis kata Jaya Raya suatu slogan glora semangat segala kegiatan Jakarta sebagai ibukota dan kota Perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.     

Nama Jakarta dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta. Nama ini diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fatahillah, setelah merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda pada tanggal 22 juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuataan atau usaha" dari bahasa Sansekerta Jayakarta.      

SEJARAH
Sunda Kelapa (397-1527)    
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kelapa,berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibukota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kelapa selama dua hari perjalanan. Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut Kelapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan ibukota Tarumanegara yang disebut Sundapura.  

Jayakarta (1527-1619)         
Orang Eropa yang datang ke Jakarta adalah orang Portugi. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabaikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah. Namun, sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membumihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk sahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi jakarta tanggal 22 Juni adalah berdasarkan tragedi penaklukan pelabuhan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada tahun 1527 dan mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kemenangan".

Batavia (1619-1942)
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad je-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menaklukan Jayakarta dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisai Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Republik Rakyat Cina, dan pesisir Malabar, India. Mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi.

Djakarta (1942-1972)           
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Jakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949. Semenjak dinyatakan sebagai ibukota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru, kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Rawamangun, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dilakukan secara mandiri oleh berbagai kementrian dan institusi milik negara lainnya, seperti Perum Prumnas.        Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, atara lain, Gelora Bung Karno, Mesjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota menggantikan Poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangun Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan. Laju perkembangan penduduk ini pernah dicoba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.

KEBUDAYAAN
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal.      

Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.

Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.           







Ondel-ondel
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain.

Berikut gambar pakaian adat Betawi yang juga biasa dikenakan pada saat acara pernikahan.

Ada juga rumah adat daerah masyarakat Betawi, dibawah ini merupakan gambar rumah adat betawi yang kini semakin jarang kita temui di daerah DKI Jakarta :


Berikut beberapa alat transportasi yang ada di DKI Jakarta :

Kegiatan di Jakarta yang semakin ramai oleh penduduk pendatang, yang menyebabkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan dan banyak yang membuka usaha dengan berdagang.

Demikian tentang sejarah dan kebudayaan DKI Jakarta. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan pembaca.
http://www.tamanmini.com
Taman Mini Indonesia Indah